IMPLEMENTASI PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENEGAKAN HUKUM PADA KAWASAN KETERLANJURAN
Main Article Content
Abstract
Implementasi Prinsip Ultimum Remedium Dalam Penegakan Hukum Bidang Kehutanan Sesuai Dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat adalah dengan pengenaan Sanksi Administratif sebelum dikenai sanksi pidana terhadap pelanggaran yang bersifat administratif dan tidak menimbulkan dampak kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan (K2L). Hal ini terutama dilakukan terhadap areal tumpang tindih atau areal keterlanjuran, sehingga sejarah lahan atau kawasan harus menjadi acuan dalam penyelesaiannya. Bagi Pekebun sawit yang kebunnya berada di kawasan hutan sebelum UUCK terbit dan memiliki izin seperti Izin Lokasi, IUP, dan STD-B, maka kepada Pekebun tersebut akan diberikan kesempatan selama 3 (tiga) tahun sejak UUCK terbit untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Terhadap kebun yang ada di Kawasan hutan produksi akan diterbitkan Persetujuan Pelepasan Kawasan hutan. Jika terdapat tumpang tindih kebun sawit dengan Perizinan Pemanfaatan Hutan, maka akan diteliti mana yang lebih dahulu terbit. Kendala Dalam Implementasi Prinsip Ultimum Remedium Dalam Penegakan Hukum Bidang Kehutanan Sesuai Dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat adalah kenyataan bahwa pelaku perkebunan merupakan korporasi adalah orang-orang yang mempunyai modal/capital yang sangat besar. Keengganan mereka mengurus izin dikarenakan sanksi pidana berupa denda bukanlah masalah besar bagi mereka. Rawannya petani dikriminalisasi karena lahannya diklaim masuk kawasan hutan. Koordinasi yang lemah antara Kepolisian dan dinas Kehutanan karena Kepolisin memiliki pemahaman terbatas dengan berbagai ketentuan perizinan bagi Kawasan keterlanjuran dalam hutan.
Downloads
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta :
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Law Review berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0) .
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di Jurnal UNES Law Review.
References
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Aditya Citra Bakti, Bandung, 2001
G. Drupsteen dan C.J. Kleijs-Wijnnobel, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Hukum Perdata, Administratif, dan Hukum Pidana dalam Faure, J.C. Oudijk, D.D. Schaffmeister, Kekhawatiran Masa Kini. Pemikiran Mengenai Hukum Pidana Lingkungan Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994
Paulus Efendi Lotulung, Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Hakim Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 2007
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, dalam Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998
Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan:Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Cetakan ke-2, Djambatan, Jakarta, 2007.
Soekanto Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2005
Suwari Akhmaddhian, “Penegakan Hukum Lingkungan Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia (Studi Kebakaran Hutan Tahun 2015).” UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 1, 2016,
William J. Chambliss and Robert B. Seidman, Law, order, and power, Addison-Wesley Publishing Company, 1971