Akta Hibah dari PPAT Sementara Camat yang Dibuat Tanpa Kehadiran Para Pihak (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1565 K/PDT/2023)
Main Article Content
Abstract
Grant deed is an authentic deed made by Conveyancer which contains an agreement whereby the grantor, while still living, grants assets voluntarily and irrevocably for the benefit of the grantee who accepts such. Regarding the grant deed made by Temporary Conveyancer (Subdistrict Head), such deed should comply the formal and material terms of an authentic deed. One of the formal terms is the deed must be made before the parties and at least 2 witnesses. However, in practice, Temporary Conveyancer (Subdistrict Head) made the grant deed without the presence of parties and witnesses. This research analyzes the legal consequences of a grant deed made without the presence of the parties and witnesses as well as the responsibilities of the Temporary Conveyancer (Subdistrict Head) regarding the grant deed. This research was prepared using doctrinal research methods. The legal consequence of a Grant Deed made without the presence of the parties and witnesses is the deed loses its authenticity and causes the Grant Deed to be null and void. The Grant Deed made by Temporary Conveyancer (Subdistrict Head) without the presence of the parties and witnesses in accordance with statutory regulations, may be subject to administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions.
Downloads
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta :
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Law Review berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0) .
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di Jurnal UNES Law Review.
References
Harsono, Boedi. “PPAT Sejarah, Tugas Kewenangannya.” Majalah Renvoi, Nomor 844. IV, (2007). Hlm. 11.
HS, Salim. Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Kie, Tan Thong. Studi Notariat Beberapa Mata Pelajaran & Serba-Serbi Praktek Notaris. Cet. 3. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2013.
Alwesius. Dasar-Dasar Pembuatan Akta Notaris. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022.
Latumeten, Pieter. “Kebatalan Dan Degradasi Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Serta Model Aktanya.” Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia. 2009.
Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah. PP Nomor 24 Tahun 1997. LN Tahun 1997 No. 59.
Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. PP Nomor 37 Tahun 1998. LN Tahun 1998 No. 52 TLN No. 3746.
Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. PP Nomor 24 Tahun 2016. LN Tahun 2016 No. 120 TLN No. 5893.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. PMNA Nomor 3 Tahun 1997.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah. PMNA Nomor 2 Tahun 2018.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, cetakan ke 41. Jakarta: PT Balai Pustaka (Persero), 2017.
Mahkamah Agung. Putusan Kasasi No. 1656 K/Pdt/2023. Sukarman dkk melawan Ngatinem dkk (2021).
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Putusan Banding No. 29/Pdt/2022/PT.TJK. Sukarman dkk melawan Ngatinem dkk (2022).
Pengadilan Negeri Sukadana. Putusan No. 36/Pdt.G/2021/PN.SDN. Sukarman dkk melawan Ngatinem dkk (2023).