Analisis Putusan Pengadilan Agama Kandangan Nomor 51/PDT.G/2021/PA.KDG Tentang Isbat Nikah Poligami Perspektif Sema Nomor 3 Tahun 2018 dan Maqasid Syari’ah
Main Article Content
Abstract
The reseach aims to find out how the basis for the judge's consideration in deciding the polygamous marriage isbat determination case No. 51/Pdt.G/2021/PA.Kdg, where the decision is not in accordance with SEMA Number 3/2018 which states that "Isbat polygamous marriage based on irri marriage, even though it is intended to fulfill the interests of children, must be declared unacceptable. Meanwhile, related to children, it can be submitted through an application for the origin of the child ". The type of research is research with a normative juridical approach using legislation and literature. The primary data source of this research is the Religious Court Decision 51/Pdt.G/2021/PA.Kdg. The results of this study indicate that there are still judges who do not implement Supreme Court Circular Letter Number 3 of 2018 which clearly prohibits polygamous marriage isbat for any reason. However, when viewed in the realm of Maqashid Shari'ah, polygamous marriage isbat is not a forbidden thing because it contains several benefits and will give birth to many disadvantages if it is not allowed.
Downloads
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta :
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Law Review berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0) .
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di Jurnal UNES Law Review.
References
Aisyah. Konsep Hukum Prosedur Mengajukan Izin Poligami Pada Pengadilan Agama Berdasarkan Hukum Positif DiIndonesia, Jurnal Ilmiah Advokasi , Vol. 7, No. 1, Maret 2019,h. 49.
Al-Rasyid, Harun, Naskah UUD 1945 Sesudah 4 Kali Dibuat Oleh MPR, Jakarta , UI-Pres, 2004.
Cahyadi, Irwan Adi, Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) dalam Hukum Positif di Indonesia. 2014. Universitas Brawijaya Fakultas Hukum, Malang.
Effendi Satria. 1991.“Maqasidd al-Syariah dan Perubahan Sosial”, Dialog, Badan Litbang DEPAG, No 33 tahun XV.
Henny Muchtar. Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan daerah Dengan Hak Asasi Manusia. Humanis , Volume XIV Nomor 1, 2015.
Inggiz, Rio Trifo. Dkk, Kedudukan Surat Edaran Dikaitkan dengan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2019 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, Jurnal dialektika hukum Volume 1 Nomor1 Tahun 2019.
Kadarudin. 2021. Penelitian di Bidang Ilmu Hukum (sebuah pemahaman awal). Semarang: Formasi.
Kaharuddin. 2015. Nilai-nilai Filosofi Perkawinan, Menurut Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015
Majalah Peradilan Agama. 2022. Edisi 20. Membangun Kesatuan Hukum.
Marzuki, Peter Mahmud. 2020. Teori Hukum, Jakarta: Prenandamedia Group.
Reza Fitra Ardhian, Satrio Anugrah, Setyawan Bima. 2015. “Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia Serta Urgensi Pemberian Izin Poligami DiPengadilan Agama”. Jurnal Privat Law, Vol. III No. 2.
Rusyd, Ibnu. Bidayah al Mujtahid Fi Nihayah Juz II, Al Muqtashid, Daar Al Fikr.
Sudirman, Antoniu. 2007. Hati Nurani Hakim dan Putusannya Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus Bismar Siregar. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Surat Edaran Nomor 3 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan.
Wisnubroto, Ai. 1997. Hakim dan Peradilan di Indonesia. Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Witanto Darmoko Yuti. Dkk. 2013. Diskresi Hakim: Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana. Alfabeta, Bandung.