Akibat Hukum Terhadap Warisan Yang dialihkan Tanpa Persetujuan Ahli Waris (Studi Putusan Nomor: 107/PDT.G/2019/PN. PLK)
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini mengkaji akibat hukum peralihan harta warisan tanpa persetujuan ahli waris, sebagaimana tertuang dalam Putusan Penelitian Nomor: 107/Pdt.G/2019/Pn. Tolong. Didalami juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam tata cara ini, dan sistem pewarisan di Indonesia yang dituangkan dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akibat hukum peralihan harta warisan tanpa persetujuan ahli waris, serta kewajiban PPAT (pejabat yang berwenang melakukan peralihan harta) sehubungan dengan akta yang dibuat, dan sistem pewarisan yang berlaku. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPAT, serta memberikan pemahaman mengenai sistem pewarisan di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif, mengandalkan bahan hukum sekunder melalui studi kepustakaan dan wawancara. Kesimpulan menunjukkan bahwa pengalihan warisan tanpa persetujuan semua ahli waris adalah tidak sah dan dapat dibatalkan oleh pengadilan, dengan PPAT memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan legalitas proses peralihan hak. Saran diberikan agar semua pihak memastikan kepatuhan terhadap prosedur hukum untuk melindungi hak ahli waris dan mencegah sengketa hukum.
Downloads
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta :
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Law Review berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0) .
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di Jurnal UNES Law Review.
References
Adjie, H. (2017). Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik. Bandung: Refika Aditama.
Bangun, E. (2017). Pembatalan Atas Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata. Lex et Societatis, 5(1).
Elvina, M. (2020). Implikasi Hukum Terhadap Akta Yang Dibuat Oleh Notaris Yang Tidak Dibacakan dan Ditandatangani Secara Bersama-sama. Lex Renaissance, 5(2).
Ermaningsih, W., & Samawati, P. (2008). Hukum Perkawinan Indonesia. Palembang: Rambang.
Fauzi, M. Y. (2016). Legalisasi Hukum Waris di Indonesia. Pengembangan Masyarakat Islam, 9(54).
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
Mailoa, A. Y. (2022). Kewenangan Notaris Dalam Membuat Surat Keterangan Waris Dengan Diberlakukannya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 (Master's thesis, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara).
Purnamasari, I. D. (2014). Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Hukum Waris. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Santoso, U. (2010). Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana Prenadamedia.
Santoso, U. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenadamedia.